Pendahuluan
Emas sering kali menjadi pilihan utama bagi pengusaha untuk berinvestasi atau menyimpan aset. Namun, seiring dengan dinamika peraturan, kini ada kebijakan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengatur pengenaan PPN dan PPh atas transaksi emas.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51/PMK.03/2025 dan Nomor 52/PMK.03/2025, pemerintah resmi memperbarui skema perpajakan untuk emas batangan, perhiasan, dan jasa terkait. Panduan ini dirancang khusus bagi Anda, para pemilik usaha dan perusahaan di wilayah INDONESIA, agar dapat mengelola pajak emas dengan benar.
PMK 51/2025: Aturan Baru PPN Emas
PMK 51/2025 mengubah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada emas. Sebelumnya, emas batangan dianggap bukan Barang Kena Pajak. Namun, kini ada perubahan signifikan:
Emas Batangan: Penjualan emas batangan yang dibuat untuk tujuan investasi kini dikenai PPN 0,1% dari harga jual.
Emas Perhiasan: Jasa maklon (pembuatan perhiasan) dan penyerahan emas perhiasan oleh pengusaha juga dikenai PPN 0,1% dari harga jual.
Dengan skema baru ini, Anda sebagai pengusaha perlu memastikan setiap transaksi emas dicatat dengan cermat agar sesuai dengan aturan PPN yang berlaku.
PMK 52/2025: PPh Final untuk Transaksi Emas
Selain PPN, pemerintah juga menetapkan skema Pajak Penghasilan (PPh) final melalui PMK 52/2025. Aturan ini berfokus pada penghasilan dari penjualan emas.
Penjualan Emas Batangan: Penghasilan dari penjualan emas batangan dikenai PPh Final 0,1% dari harga jual.
Penjualan Emas Perhiasan: Penghasilan dari penjualan perhiasan dikenai PPh Final 0,2% dari harga jual.
Jasa Terkait Emas: Jasa yang berkaitan dengan emas, seperti jasa penyimpanan atau pengujian, dikenai PPh Final 0,5% dari nilai jasa.
PPh Final ini bertujuan untuk mempermudah Wajib Pajak dalam membayar kewajiban pajaknya, karena penghasilan dari transaksi ini tidak perlu lagi digabungkan dengan penghasilan lain untuk dihitung di akhir tahun.
Baca Juga: Jenis-jenis Jasa Lain yang Kena PPh 23 Berdasarkan PMK Terbaru
Contoh Perhitungan Pajak
Agar lebih mudah dipahami, mari simak contoh perhitungan berikut:
Studi Kasus 1: Penjualan Emas Batangan Seorang pengusaha di Jakarta menjual emas batangan senilai Rp 1 miliar.
PPN yang harus dipungut: Rp 1.000.000.000 x 0,1% = Rp 1.000.000
PPh Final yang harus disetor: Rp 1.000.000.000 x 0,1% = Rp 1.000.000
Studi Kasus 2: Penjualan Emas Perhiasan Sebuah toko perhiasan di Bekasi menjual kalung seharga Rp 500 juta.
PPN yang harus dipungut: Rp 500.000.000 x 0,1% = Rp 500.000
PPh Final yang harus disetor: Rp 500.000.000 x 0,2% = Rp 1.000.000
Mengapa Peraturan Ini Penting untuk Bisnis Anda?
Sebagai pengusaha di INDONESIA, memahami kedua PMK ini bukan hanya soal kepatuhan, tetapi juga strategi bisnis.
Kepatuhan dan Reputasi: Dengan memahami dan mematuhi aturan ini, Anda menjaga kepatuhan pajak perusahaan di mata DJP, yang sangat penting untuk reputasi bisnis.
Perencanaan Keuangan: Peraturan ini memengaruhi harga jual dan laba. Memasukkan perhitungan pajak ini sejak awal akan membantu Anda dalam menentukan harga yang kompetitif dan mengelola keuntungan secara efisien.
Manajemen Risiko: Mengabaikan aturan ini dapat berujung pada sanksi atau denda. Dengan mengetahui rinciannya, Anda dapat menghindari potensi risiko hukum dan finansial.
Baca Juga: Konsultan pajak Jakarta Barat